Aku berumur empat tahun saat orang tuaku berpisah. Waktu itu, hidup kami serba pas-pasan. Ayahku sibuk bekerja, dan ibuku tinggal jauh. Aku tumbuh di tengah rasa kehilangan yang sulit aku pahami waktu itu. Untuk menghindari label “anak tanpa ibu,” aku berusaha terlihat kuat, berusaha mengerti hal-hal yang seharusnya belum perlu kupikirkan. Nenekku sering keras padaku karena ingin aku tahan banting, agar tidak dipandang rendah oleh orang lain. Mungkin karena itu, aku tidak punya banyak kenangan masa kecil yang benar-benar hangat. Bukan berarti tidak ada yang baik, tapi yang melekat di ingatan. lebih sering yang membuatku merasa kecil dan sendiri. Seiring waktu berlalu, aku sering berpikir kalau suatu hari aku menjadi seorang ayah, aku ingin semuanya berbeda. Aku ingin anak-anakku tumbuh tanpa harus membuktikan apa-apa. Aku ingin mereka tahu bahwa dicintai tidak perlu alasan. Aku ingin mereka tertawa lepas, berjalan dengan kepala tegak, selalu percaya diri dan menjadi orang yang bersinar Sekarang aku menjalani hari-hari sebagai seorang ayah. Kadang lelah, kadang bingung, tapi aku tahu apa yang sedang kuperjuangkan. Dan untuk anak-anakku, kalau suatu hari hidup ini terasa berat, aku harap kalian bisa ingat satu hal, kalian tidak pernah sendiri. Karena selama aku masih ada, aku akan selalu jadi rumah yang bisa kalian pulang.